Melihat
dan mengkritisi kebangkitan gerakan islam sejak lahirnya Ikhwanul
Muslimin memang progresnya tidak banyak terlihat, kecuali revolusi di
Timur Tengah belakangan ini. Yang patut kita lihat dengan jeli adalah
sejauh mana keberhasilan gerakan islam. Ikhwanul Muslimin dalam hal ini
sangat jeli melihat fakta dan realita di lapangan.
IM
melihat AKP di Turki adalah sebagai contoh nyata keberhasilan gerakan
islam meraih, mempertahankan dan mengelola kekuasaan dengan damai via
demokrasi. Yang hal itu tidak semua gerakan islam mau dan mampu
menyadari, apalagi melaksanakan. Demokrasi yang oleh beberapa kalangan
gerakan islam diangap sebagai parasit dan tabu untuk masuk kedalamannya.
Belum lagi yang menganggapnya haram dan termasuk kafir yang ikut di
dalamnya.
Mengambil
istilah dari Buya Syafii, “Mereka adalah orang-orang yang buta konteks
kekinian dan masa depan”. Pendapat Buya Syafii tersebut bisa saya
amini dan benarkan melihat realita kondisi gerakan islam saat ini,
termasuk KAMMI.
Saya
rasa KAMMI yang lahir dari rahim gerakan islam sudah lebih maju dengan
berani “bertarung” dalam arena demokrasi. Namun sebenarnya tidak
berhenti di sana saja. Pertanyaanya adalah, apakah hanya berkecimpung
saja. Faktanya banyak aktifis dakwah dengan background pendidikan elite,
ujung-ujungnya hanya menjadi broker ataupun pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan lembaga underbow sebuah harokah.
Kondisi
ini sangat memprihatinkan. IM telah mengevaluasi ini dan belajar dari
AKP. Adalah keberhadilan timbul dari sisi religiusitas dan kapasitas
diri yang terepresentasi dari profesionalitas di bidangnya dan kemampuan
ekonomi yang terlihat dari penguasaan kapitalnya. Hal tersebut yang
terlihat jelas di AKP. Sebuah partai pimpinan Erdogan dan Abdullah Gul
yang dibesarkan oleh “Macan-macan Anatolia”, sebuah sebutan bagi kaum
borjuis yang lahir dari muslim kelas menengah yang cerdas.
Saat
ini keberhasilan AKP membangun Turki tidak lepas dari peranan
kader-kadernya yang bergerak di bidang profesional dan topangan dana
dari kader AKP sendiri yang kuat secara finansial. Saya ingin katakan
bahwa AKP telah berhasil mengimplementasikan sebuah gerakan
RELIGIUS-KAPITALIS.
Kita
seolah-olah alergi dengan kapitalis, padahal setiap hari kita
bersentuhan dan membutuhkannya. Erdogan cs. Telah berhasil mengadopsi
sistem kapitalis dalam ruh perjuangan, sehingga minimal bisa menghindari
tindakan korptif yang merugikan negara. Itulah yang saat ini masih
sangat kurang di Indonesia.
KAMMI
sebagai gerakan mahasiswa yang berbasis islam belum mampu mentransform
kader maupun alumninya untuk menjadi macan-macan Anatolia-nya
Indonesia. Ini yang wajib menjadi evaluasi serius, bagaimana diaspora
kader-kader KAMMI sampai saat ini.
Apakah
kader hanya menikmati sisi religius saja tanpa bisa menggapai sisi
kapitalis yang sebenarnya merupakan kewajiban. Perlu dicatat, tidak ada
satu begarapun yang benar-benar lepas dari perdagangan bebas, termasuk
Iran. Artinya bila sejak muda atau mahasiswa kita tidak digembleng dan
dihadapkan pada sebuah realita-dimana kita dituntut tidak hanya
profesional, namun juga punya modal- kader KAMMI tidak akan punya
pengaruh signifikan dalam mengelola negara.
Benarlah
kata Anis Matta bahwa setiap aktivis dakwah harus mampu menjadi
pengusaha, itu menjelaskan dari segi kapital. Yang tak boleh lupa setiap
dari aktivis dakwah harus menguasai dan profesional di bidangnya.
Sekali lagi AKP turki telah berhasil menggabungkan dan melaksanakannya.
Bukankah
masyarakat umumnya menginkan bukti, bukan sekedar janji dan ayat suci.
Kita setiap aktivis KAMMI adalah manifesto dakwah itu sendiri. Bila
kita gagal dan terpuruk, tak mampu menunjukkan pada masyarakat agungnya
dakwah, maka gagal-lah dakwah itu sendiri. Dakwah tidak lagi hanya
hal-hal formal, namun kiranya kader KAMMI mampu mewujudkan substansi di
tengah-tengah masyarakat, secara otomatis dakwah itu membumi.
Oleh : Ibnu Dwi Cahyo, SH (KAMDA SEMARANG)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar, kritik, dan saran untuk kemajuan bersama. Terima Kasih.